Pages

Jumat, 22 November 2013

MODEL PEMBELAJARAN PAIKEM YANG BERBASIS KOMPETENSI

PAIKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inspiratif/Interaktif/Inovatif, Kritis /Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Dalam PAIKEM digunakan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran yang dilakukan dengan orientasi pencapaian kompetensi peserta didik. Sehingga muara akhir hasil pembelajaran adalah meningkatnya kompetensi peserta didik yang dapat diukur dalam pola sikap, pengetahuan, dan keterampilannya.
Hal ini sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa dalam kegiatan inti pembelajaran merupakan proses untuk mencapai Kompetensi Dasar (KD) yang harus dilakukan secara interaktif, inspiratif, enyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, krativitas, dan kemadirian sesuai denganbakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
a.       Berpusat pada peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan. Peserta didik menjadi. Subjek pembelajaran sehingga keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi. Tugas guru adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan waktu bagi peserta didik belajar secara aktif dalam mencapai kompetensinya.
b.      Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam KD dan SK tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi Satu kesatuan.
c.       Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, guru perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta didiknya.
d.      Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas   (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta didik yang belum  tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya.
e.       Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu  memecahkan masalah yang dihadapi. Oleh karena itu guru perlu mendesain pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan lingkungan. Berpikir kritis adalah kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (originality) dan ketajaman pemahaman (insigt) dalam  mengembangkan sesuatu (generating). Kemampuan memecahkan asalah (problem solving) adalah kemampuan tahap tinggi siswa dalam mengatasi hambatan, kesulitan maupun ancaman. Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
f.       Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman   belajar beragam bagi peserta didik.

Tujuan PAIKEM
Pembelajaran berbasis PAIKEM membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis dan berpikir kreatif (critical dan creative thinking). Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah
menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah.
Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian (orginality), ketajaman pemahaman (insigt) dalam mengembangkan sesuatu (generating). Kemampuan memecahkan masalah merupakan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam pembelajaran pemecahan masalah, siswa
secara individual atau kelompok diberi tugas untuk memecahkan suatu masalah. Jika memungkinkan masalah diidentifikasi dan dipilih oleh siswa sendiri, dan diidentifikasi hendaknya yang penting dan mendesak untuk diselesaikan serta sering dilihat atau diamati oleh siswa sendiri, umpamanya masalah kemiskinan, kejahatan, kemacetan lalu lintas, pembusukan makanan, wabah penyakit, kegagalan panen, pemalsuan produk, atau soal-soal dalam setiap  mata  pelajaran yang membutuhkan analisis dan pemahaman tingkat tinggi, Dsb.

Karakteristik PAIKEM
Sesuai dengan singkatan PAIKEM, maka pembelajaran yang berfokus pada siswa, makna, aktivitas, pengalaman dan kemandirian siswa, serta konteks ehidupan dan lingkungan ini memiliki 4 ciri yaitu: mengalami, komunikasi, interaksi dan refleksi.
1. Mengalami (pengalaman belajar) antara lain:
v  Melakukan pengamatan
v  Melakukan percobaan
v  Melakukan penyelidikan
v  Melakukan wawancara
v  Siswa belajar banyak melalui berbuat
v  Pengalaman langsung mengaktifkan banyak indera.
2. Komunikasi, bentuknya antara lain:
v  Mengemukakan pendapat
v  Presentasi laporan
v  Memajangkan hasil kerja
v  Ungkap gagasan
3. Interaksi, bentuknya antara lain:
v  Diskusi
v  Tanya jawab
v  Lempar lagi pertanyaan
v  Kesalahan makna berpeluang terkoreksi
v  Makna yang terbangun semakin mantap
v  Kualitas hasil belajar meningkat
4. Kegiatan Refleksi yaitu memikirkan kembali apa yang diperbuat/dipikirkan.
v  Mengapa demikian?
v  Apakah hal itu berlaku untuk …?
v  Untuk perbaikan gagasan/makna
v  Untuk tidak mengulangi kesalahan
v  Peluang lahirkan gagasan baru
Dari karakteristik PAIKEM tersebut, maka guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar, memang berada pada diri siswa, tetapi guru bertanggung jawab dalam memberikan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, perhatian, persepsi, retensi, dan transfer dalam belajar, sebagai
bentuk tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.

Jenis-Jenis PAIKEM
Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik PAIKEM antara lain adalah pembelajaran kotekstual (CTL), Pembelajaran Terpadu (Tematik, IPA Terpadu, IPS Terpadu), Pembelajaran berbasis TIK (ICT), Pembelajaran Pengayaan dengan menggunakan berbagai strategi antara lain dengan Lesson Study, Pembelajaran yang menyenangkan dan Bermakna misalnya  penerapan Model – model Pembelajaran

Penerapan PAIKEM
Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan PAIKEM perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperolehhasil maksimal. Berdasarkan panduan penyusunan KTSP (KTSP), kegiatan pembelajaran terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.Sekolah standar, beban belajarnya dinyatakan dalam jam pelajaran ditetapkan bahwa satu jam pelajaran tingkat SMA/SMK terdiri dari 45 menit, SMP terdiri
dari 40 menit, dan untuk SD terdiri dari 35 menit tatap muka untuk Tugas
Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur. Dalam hal ini guru perlu
mendesain kegiatan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur dan kegiatan
mandiri.
1.      Kegiatan Tatap Muka
Untuk kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, Tanya jawab, atau simulasi. Tapi jika sudah ada sekolah yang menerapkan sistem SKS, maka kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategidiskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.
2.      Kegiatan Tugas terstruktur
Bagi sekolah yang menerapkan sistem paket,kegiatan tugas terstruktur tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran namun dirancang oleh guru dalam silabus maupun RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.
Kegiatan tugas terstruktur merupakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik, peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang disarankan adalah diskoveri inkuiri dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori. Metode yang digunakan seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di sekolah, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, atau simulasi.
3.      Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur
Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah diskoveri inkuiri dengan metode seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek. PAIKEM dapat diterapkan pada pembelajaran Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal Pemilihan strategi ekspositori dilakukan atas pertimbangan:
a. Karakteristik peserta didik dengan kemandirian belum memadai;
b. Sumber referensi terbatas;
c. Jumlah pesera didik dalam kelas banyak;
d. Alokasi waktu terbatas; dan
e. Jumlah materi (tuntutan kompetensi dalam aspek pengetahuan) atau bahan banyak.
Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi ekspositori adalah sebagai berikut.
a. Preparasi, guru menyiapkan bahan/materi pembelajaran
b. Apersepsi diperlukan untuk penyegaran
c. Presentasi (penyajian) materi pembelajaran
d. Resitasi, pengulangan pada bagian yang menjadi kata kunci kompetensi
atau materi pembelajaran.
Pemilihan strategi diskoveri inkuiri dilakukan atas pertimbangan:
a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian cukup memadai;
b. sumber referensi, alat, media, dan bahan cukup;
c. jumlah peserta didik dalam kelas tidak terlalu banyak;
d. materi pembelajaran tidak terlalu luas; dan
e. alokasi waktu cukup tersedia.
Langkah-langkah yang dilakukan pada strategi diskoveri inkuiri adalah sebagai berikut.
a. Guru atau peserta didik mengajukan dan merumuskan masalah
b. Merumuskan logika berpikir untuk mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
c. Merumuskan langkah kerja untuk memperoleh data
d. Menganalisis data dan melakukan verifikasi
e. Melakukan generalisasi
Strategi ekspositori lebih mudah bagi guru namun kurang melibatkan aktivitas peserta didik. Kegiatan pembelajaran berupa instruksional langsung (direct instructional) yang dipimpin oleh guru. Metode yang digunakan adalah ceramah atau presentasi, diskusi kelas, dan Tanya jawab. Namun demikian ceramah atau presentasi yang dilakukan secara interaktif dan menarik dapat
meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
Strategi diskoveri inkuiri memerlukan persiapan yang sungguh-sungguh, oleh karena itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi guru agar pengaturan kelas maupun waktu lebih efektif. Kegiatan pembelajaran berbentuk Problem Based Learning yang difasilitasi oleh guru. Strategi ini melibatkan aktivitas peseserta didik yang tinggi. Metode yang digunakan adalah observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi, dan sebagainya.

K �$t m �;� б in-bottom:.0001pt;text-align: justify;line-height:150%;mso-list:l4 level1 lfo7;tab-stops:list .5in'>Pembelajaran tematik membantu menciptakan struktur kognitif.
  • Melalui pembelajaran tematik terjadi kerjasama yang lebuh meningakatantara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara sumber lain;belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi lebih nyata dan dalam konteks yang bermakna.

  • MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK

    Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar bagi siswa. Pengalaman belajar yang menunjukan keterkaitan unsure-unsur konseptual menjadikan pembelajaran lebih efektif.
    Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, dan kebulatan pandangan tentang kehidupan nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran tematik(terpadu) (William dalam Udin Sa’ud, 2006).
    Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topic dan unit tematisnya, Forgaty(1991) mengemukakan bahwa ada sepuluh cara atau modeldalam merencanakan pembelajaran tematik :
    1.      Model penggalan ( fragmented ) memisah-misahkan disiplin ilmu atas mata pelajaran-mata pelajaran, seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, dan sebagainya.
    2.      Model keterhubungan (Connected) dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelaaajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu.
    3.      Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
    4.      Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan topic-topik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
    5.      Model bagian (Shared) merupakan pemaduan pembelajaran akibat adanya”overlapping”konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
    6.      Model jarring laba-laba (Webbed) model ini bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran.
    7.      Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan bentuk ketrampilan.
    8.      Model ketematikan (Integrated) merupakan pemaduan sejumlah topic dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinyasama dalam sebuah topic tertentu.
    9.      Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan pemakaiannya.
    10.  Model jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandalkan kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah siswa mengadakanstudy lapangandalam situasi, kondisi maupun konteks yang berbeda-beda.


    KESIMPULAN
    Model pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang menunjukan kaitan unsure-unsur konseptual baik didalam maupun antar mata pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak.
    Pembelajaran tematik sebagai pendekatan baru merupakan seperangkat wawasan dan aktifitas berpikir dalam merancang butur-butir pembelajaran yang ditujukan untuk menguntai tema, topic maupun pemahaman dan ketrampilan yang diperoleh siswa sebagai pembelajaran secara utuh dan padu. Atau dengan pengertian lain pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan, merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dari berbagai mata pelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan siswa secara stimulan.


    MACAM – MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN

    Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
    1.      Pendekatan Kontekstual
    Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa
    Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
    Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
    Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan
    ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible, Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.

    2.      Pendekatan Konstruktivisme
    Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
     Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
    Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
    Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
    Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.

    3.      Pendekatan Deduktif – Induktif
    a.       Pendekatan Deduktif
    Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
    b.      Pendekatan Induktif
    Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
    Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
    Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
    Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
    Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
    Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.

    4.      Pendekatan Konsep dan Proses
    a.       Pendekatan Konsep
    Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.
    b.      Pendekatan Proses
    Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
    Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
    mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
    peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
    integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
    yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
    Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
    setiap proses pendidikan yang dialaminya.

    5.      Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
    National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
    Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengan demikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
    Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah.






    <� t �� �;� er:none windowtext 1.0pt; mso-border-alt:none windowtext 0in;padding:0in'>Spiritual (S) untuk perkembangan peserta didik.

    Contoh Dalam menjelaskan simbiosis dalam ekosistem, selain guru menjelaskan tentang materi simbiosis, hendaknya guru bisa memicu emosi dan spiritual peserta didik untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya. Pada simbiosis mutualisme contohnya, makhluk hidup tidak bisa hidup sendiri, sehingga peserta didik bisa menerapakan kerjasama dan saling menolong antar sesama.

    13.  Hard and Soft Skills Based Learning
    Pendekatan yang menggabungkan antara tampilan, pengetahuan, fisik (Hard skills) dan keterampilan seseorang dengan orang lain/ termasuk dengan dirinya (Soft skills). Atribut soft skills meliputi, (1) nilai yang dianut, (2) motivasi, (3) perilaku, (4) kebiasaan, (5) karakter.
    Contohnya: seorang peserta didik mendapatkan ilmu dari gurunya tentang pembentukan zigot. Nilai yang bisa diambil disana yaitu memaknai arti dari perjuangan banyak sperma yang telah berjuang untuk membuahi ovum tetapi hanya 1 sperma yang berhasil. Dari proses itu saja, kita yang telah menikmati hidup ini, hendaknya bersyukur karena kita adalah orang yang terpilih, jadi kenapa kadang kita meragukan kemampuan yang kita miliki? Hal itu bisa menjadi motivasi untuk selalu mengasah diri menjadi yang terbaik. Ketika ada motivasi, kita harus aplikasikan dalam prilaku. Seseorang yang sudah memiliki prilaku yang baik, dalam kehidupan akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu yang akan menjadi karakter.

    � ( k �� �;� atih atau dilakukan berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku dapat dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement). Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah individu menyadari konsekuensi perilakunya.

    ·         Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka mereka akan merasa puas. Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi.
    Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.  Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R.

    Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik: (4) MENCOBA

    Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
    Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
    Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

    Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik: (5) JEJARING

    Jejaring Pembelajaran disebut juga Pembelajaran Kolaboratif.  Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
    Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika  pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.
    Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif.  Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
    ·         Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif,  peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai  dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
    ·         Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri,  berbagi strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
    ·         Guru sebagai mediator.  Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi  baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
    ·         Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas.  Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.

    Referensi:
    Materi Sosialisasi Kurikulum 2013, Kemendikbud.
    sp� 9"! e �� �;� ihat dari aspek kurikulum, pembelajaran tematik memerlukan jenis kurikulum yang terbuka untuk pengembangannya.

    5.      Dilihat dari system penilaian dan pengukurannya, pembelajaran tematik membutuhkan system penilaian dan pengukuran (objek, indicator, dan prosedur)yang terpadu.
    6.      Dilihat dari suasana penekanan proses pembelajaran, pembelajaran tematik cenderung mengakibatkan penghilangan pengutamaan salah satu atau lebih mata pelajaran.

    F.     MANFAAT PEMBELAJARAN TEMATIK
    1. Dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi penghematan karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan
    2. Siswa dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat dari pada tujuan akhir itu sendiri.
    3. Pembelajaran tematik dapat meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa.
    4. Kemungkinan pembelajaran yang terpisah-pisah sedikit sekali terjadi, karena siswa dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih tematik.
    5. Pembelajran tematik memberikan penerapan-penerapan dunia nyata sehingga dapat mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of learning).
    6. Dengan pemanduan pembelajaran antar mata pelajaran diharapkan penguasan matri pembelajaran akan semakin meningkat.
    7. Pengalaman belajar antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk pendekatan menyeluruh pembelajaran terhadap ilmu pengetahuan
    8. Motivasi belajar dapat ditingkatkan dan diperbaiki.
    9. Pembelajaran tematik membantu menciptakan struktur kognitif.
    10. Melalui pembelajaran tematik terjadi kerjasama yang lebuh meningakatantara para guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara sumber lain;belajar menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi lebih nyata dan dalam konteks yang bermakna.

    MODEL-MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK

    Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar bagi siswa. Pengalaman belajar yang menunjukan keterkaitan unsure-unsur konseptual menjadikan pembelajaran lebih efektif.
    Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, dan kebulatan pandangan tentang kehidupan nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran tematik(terpadu) (William dalam Udin Sa’ud, 2006).
    Ditinjau dari cara memadukan konsep, keterampilan, topic dan unit tematisnya, Forgaty(1991) mengemukakan bahwa ada sepuluh cara atau modeldalam merencanakan pembelajaran tematik :
    1.      Model penggalan ( fragmented ) memisah-misahkan disiplin ilmu atas mata pelajaran-mata pelajaran, seperti matematika, bahasa Indonesia, IPA, dan sebagainya.
    2.      Model keterhubungan (Connected) dilandasi oleh anggapan bahwa butir-butir pembelaaajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran tertentu.
    3.      Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
    4.      Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan model pemaduan topic-topik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
    5.      Model bagian (Shared) merupakan pemaduan pembelajaran akibat adanya”overlapping”konsep atau ide pada dua mata pelajaran atau lebih.
    6.      Model jarring laba-laba (Webbed) model ini bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran.
    7.      Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan bentuk ketrampilan.
    8.      Model ketematikan (Integrated) merupakan pemaduan sejumlah topic dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinyasama dalam sebuah topic tertentu.
    9.      Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan dihubungkan dengan pemakaiannya.
    10.  Model jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandalkan kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan bentuk ketrampilan baru setelah siswa mengadakanstudy lapangandalam situasi, kondisi maupun konteks yang berbeda-beda.


    KESIMPULAN
    Model pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang menunjukan kaitan unsure-unsur konseptual baik didalam maupun antar mata pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak.
    Pembelajaran tematik sebagai pendekatan baru merupakan seperangkat wawasan dan aktifitas berpikir dalam merancang butur-butir pembelajaran yang ditujukan untuk menguntai tema, topic maupun pemahaman dan ketrampilan yang diperoleh siswa sebagai pembelajaran secara utuh dan padu. Atau dengan pengertian lain pembelajaran tematik adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan, merakit atau menghubungkan sejumlah konsep dari berbagai mata pelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan siswa secara stimulan.