Ada beberapa macam
pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara
lain :
1. Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar
lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan
alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran
tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam
membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian
proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru
dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip
membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan
cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak
hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id).
Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada
dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan
kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks
secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya
berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk
mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka
sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa
dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat
berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari
“apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak
hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi
juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan
masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi
dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga
mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum,
2002:6). Lebih lanjut Schaible, Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well
(2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam
masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada
bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual
atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang
cara dalam mengatasi masalah.
2.
Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme
merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey
(1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan
Nik Aziz (1999) kelebihan teori
konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui
proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran
terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru.
Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut
teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang
akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman
baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina
konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion.
Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras
dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning.
Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya
dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya.
Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina
dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini
dikenali sebagai parcing.
Pendekatan
konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar
digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang
dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini,
pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian
Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan
pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat
pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang
diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini
(2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut
membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan
pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
3.
Pendekatan Deduktif – Induktif
a. Pendekatan
Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan
pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran.
Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran
akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya
dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b. Pendekatan
Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam
pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk
memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau
dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan
pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif,
memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan
teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit
memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan
dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan
pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan
Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya
adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous
learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi
berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam
pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi
atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan
pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa
tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa
tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran
lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan
induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya
pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran
dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal
khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah
konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan
prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa
pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau
generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus
khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan
yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus
memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi
tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif
ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada
dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode
induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika
sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000:
16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan
dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya
digunakan secara bergantian.
4. Pendekatan
Konsep dan Proses
a. Pendekatan
Konsep
Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu
bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses
pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus.
Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.
b. Pendekatan
Proses
Pada pendekatan
proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam
keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan,
dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan
dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
Dalam pendekatan
proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang
berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi
peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian
integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman
yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.
Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam
setiap proses pendidikan yang dialaminya.
5. Pendekatan
Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National
Science Teachers Association (NSTA) (1990
:1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext
of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang
senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa
diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan
proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan
oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary
approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the
increasingdemands of a technical society, education must integrate
acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah
diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan
masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara
sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi
terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting
dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan
tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM
merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a
understand the many ways that scinence and technology shape culture, values,
and institution, and how such factors shape science and technology. STM
dengan demikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di
masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains
dan teknologi.
Hasil
penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam
Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan
pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara
biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran,
kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini
guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih
lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM
ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan
pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan
langkah – langkah.
Contoh Dalam menjelaskan simbiosis dalam ekosistem,
selain guru menjelaskan tentang materi simbiosis, hendaknya guru bisa memicu
emosi dan spiritual peserta didik untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
diperolehnya. Pada simbiosis mutualisme contohnya, makhluk hidup tidak bisa
hidup sendiri, sehingga peserta didik bisa menerapakan kerjasama dan saling
menolong antar sesama.
13. Hard and Soft Skills Based Learning
Pendekatan yang menggabungkan antara tampilan,
pengetahuan, fisik (Hard skills) dan keterampilan seseorang dengan
orang lain/ termasuk dengan dirinya (Soft skills).
Atribut soft skills meliputi,
(1) nilai yang dianut, (2) motivasi, (3) perilaku, (4) kebiasaan, (5) karakter.
Contohnya: seorang peserta didik mendapatkan ilmu dari
gurunya tentang pembentukan zigot. Nilai yang bisa diambil disana yaitu
memaknai arti dari perjuangan banyak sperma yang telah berjuang untuk membuahi
ovum tetapi hanya 1 sperma yang berhasil. Dari proses itu saja, kita yang telah
menikmati hidup ini, hendaknya bersyukur karena kita adalah orang yang
terpilih, jadi kenapa kadang kita meragukan kemampuan yang kita miliki? Hal itu
bisa menjadi motivasi untuk
selalu mengasah diri menjadi yang terbaik. Ketika ada motivasi, kita harus
aplikasikan dalam prilaku. Seseorang yang sudah memiliki prilaku yang
baik, dalam kehidupan akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu yang akan menjadi karakter.
·
Hukum kesiapan (The
Law of Readiness). Menurut Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan
menyenangkan atau tidak menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan
belajar individunya. Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika
peserta dalam keadaan siap dan belajar dilakukan, maka mereka akan merasa puas.
Sebaliknya, jika pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa
dilakukan, maka mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi.
Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R.
Prinsip-prinsip dasar dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya dalam menghubungkan S dengan R.
Langkah-langkah
Pembelajaran Saintifik: (4) MENCOBA
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik
harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi
yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya,peserta didik harus memahami
konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun
harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam
sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi
metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah
tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas
pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai
dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan
alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar
teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan
mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan
menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat
laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar
pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan
tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat
dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5)
Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi
kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan
guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila
dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Langkah-langkah
Pembelajaran Saintifik: (5) JEJARING
Jejaring Pembelajaran disebut juga Pembelajaran
Kolaboratif. Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif?
Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar
sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan
filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai
kerjasama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja
rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru
lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah yang
harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu
falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama
jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam
situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling
menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara
semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi
aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.
Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif.
Dua sifat berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta didik.
Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari penyampaian guru selama
proses pembelajaran. Sifat keempat menyatakan isi kelas atau pembelajaran
kolaboratif.
·
Guru dan peserta didik
saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik
memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu pengetahuan,
pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai
dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi pembelajaran.
Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan manajer belajar
ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
·
Berbagi tugas dan
kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan
kewenangan dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini
memungkinan peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi
strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide
cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan
menggalakkan mereka mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
·
Guru sebagai
mediator. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai
mediator atau perantara. Guru berperan membantu menghubungkan informasi
baru dengan pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka
mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana mereka memiliki
kesungguhan untuk belajar.
·
Kelompok peserta didik
yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh
dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas.
Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan
keterampilan mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan
informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul
“keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.
5. Dilihat
dari system penilaian dan pengukurannya, pembelajaran tematik membutuhkan
system penilaian dan pengukuran (objek, indicator, dan prosedur)yang terpadu.
6. Dilihat
dari suasana penekanan proses pembelajaran, pembelajaran tematik cenderung
mengakibatkan penghilangan pengutamaan salah satu atau lebih mata pelajaran.
F. MANFAAT PEMBELAJARAN TEMATIK
- Dengan
menggabungkan berbagai mata pelajaran akan terjadi penghematan karena
tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan
- Siswa
dapat melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab materi pembelajaran
lebih berperan sebagai sarana atau alat dari pada tujuan akhir itu
sendiri.
- Pembelajaran
tematik dapat meningkatkan taraf kecakapan berfikir siswa.
- Kemungkinan
pembelajaran yang terpisah-pisah sedikit sekali terjadi, karena siswa
dilengkapi dengan pengalaman belajar yang lebih tematik.
- Pembelajran
tematik memberikan penerapan-penerapan dunia nyata sehingga dapat
mempertinggi kesempatan transfer pembelajaran (transfer of learning).
- Dengan
pemanduan pembelajaran antar mata pelajaran diharapkan penguasan matri
pembelajaran akan semakin meningkat.
- Pengalaman
belajar antar mata pelajaran sangat positif untuk membentuk pendekatan
menyeluruh pembelajaran terhadap ilmu pengetahuan
- Motivasi
belajar dapat ditingkatkan dan diperbaiki.
- Pembelajaran
tematik membantu menciptakan struktur kognitif.
- Melalui
pembelajaran tematik terjadi kerjasama yang lebuh meningakatantara para
guru, para siswa, guru-siswa dan siswa-orang/nara sumber lain;belajar
menjadi lebih menyenangkan, belajar dalam situasi lebih nyata dan dalam
konteks yang bermakna.
MODEL-MODEL
PEMBELAJARAN TEMATIK
Cara pengemasan pengalaman belajar
yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan belajar bagi
siswa. Pengalaman belajar yang menunjukan keterkaitan unsure-unsur konseptual
menjadikan pembelajaran lebih efektif.
Perolehan keutuhan belajar,
pengetahuan, dan kebulatan pandangan tentang kehidupan nyata hanya dapat
direfleksikan melalui pembelajaran tematik(terpadu) (William dalam Udin Sa’ud,
2006).
Ditinjau dari cara memadukan konsep,
keterampilan, topic dan unit tematisnya, Forgaty(1991) mengemukakan bahwa ada
sepuluh cara atau modeldalam merencanakan pembelajaran tematik :
1.
Model penggalan ( fragmented ) memisah-misahkan
disiplin ilmu atas mata pelajaran-mata pelajaran, seperti matematika, bahasa
Indonesia, IPA, dan sebagainya.
2.
Model keterhubungan (Connected) dilandasi oleh
anggapan bahwa butir-butir pembelaaajaran dapat dipayungkan pada induk mata
pelajaran tertentu.
3.
Model sarang (Nested) merupakan pemaduan bentuk
penguasaan konsep ketrampilan melalui sebuah kegiatan pembelajaran.
4.
Model urutan / rangkaian (Sequenced) merupakan
model pemaduan topic-topik antar mata pelajaran yang berbeda secara pararel.
5.
Model bagian (Shared) merupakan pemaduan
pembelajaran akibat adanya”overlapping”konsep atau ide pada dua mata pelajaran
atau lebih.
6.
Model jarring laba-laba (Webbed) model ini
bertolak dari pendekatan tematis sebagai pemadu bahan dan kegiatan
pembelajaran.
7.
Model galur (Thereaded) merupakan model pemaduan
bentuk ketrampilan.
8.
Model ketematikan (Integrated) merupakan
pemaduan sejumlah topic dari mata pelajaran yang berbeda, tetapi esensinyasama
dalam sebuah topic tertentu.
9.
Model celupan (Immerrsed) model ini dirancang untuk
membantu siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan
pengetahuan dihubungkan dengan pemakaiannya.
10. Model
jaringan (Networked) merupakan model pemaduan pembelajaran yang mengandalkan
kemungkinan, pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan
bentuk ketrampilan baru setelah siswa mengadakanstudy lapangandalam situasi,
kondisi maupun konteks yang berbeda-beda.
KESIMPULAN
Model pembelajaran tematik merupakan
pendekatan pembelajaran yang menunjukan kaitan unsure-unsur konseptual baik
didalam maupun antar mata pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya
pembelajaran yang efektif dan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi
anak.
Pembelajaran tematik sebagai
pendekatan baru merupakan seperangkat wawasan dan aktifitas berpikir dalam
merancang butur-butir pembelajaran yang ditujukan untuk menguntai tema, topic
maupun pemahaman dan ketrampilan yang diperoleh siswa sebagai pembelajaran
secara utuh dan padu. Atau dengan pengertian lain pembelajaran tematik adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan, merakit atau menghubungkan
sejumlah konsep dari berbagai mata pelajaran yang beranjak dari suatu tema
tertentu sebagai pusat perhatian untuk mengembangkan pengetahuan dan
ketrampilan siswa secara stimulan.
0 komentar:
Posting Komentar